Hermanus Paulus Poli Menjemput Hidayah di Penjara
Saya bernama Hermanus Paulus Poli. Sebelum memeluk Islam, dulu saya bersama keluarga pernah menganut Kristian Protestan. Boleh dikira, kami sebagai penganut Kristiann yang taat saat itu. Saya bersaudara empat orang. Ayah saya seorang pencen sebuah BUMN yang bergerak di bidang perbankan. Ibu saya seorang arkeologi.
Setelah menyelesaikan S1 di Fakulti Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), jurusan ilmu politik di salah satu universiti negeri di Indonesia, saya berangkat ke Gold Coast University, Australia untuk menyelesaikan S2. Namun baru saja duduk di semester tiga di tahun pertama, kuliah saya
terganggu karena tabiat saya sendiri. Terus terang, sejak kuliah saya sudah menghisap dadah. Saya tinggal bersama tiga orang kawan di apartmen saya. Semuanya penagih dadah. Di kampus, teman-teman saya ada juga yang beragama Islam. Dalam pergaulan, saya tidak pilih-pilih. Kepada siapa pun saya bergaul, termasuk rakan-rakan Muslim. Kepada para sahabat saya yang beragama Islam saya kerap kali terlibat dalam diskusi seputar persoalan agama. Kami selalu
membicarakan tentang konsep ketuhanan agama kami masing-masing. Terus terang saja, semula saya tidak menyukai topik diskusi ini. Sebagai seorang Kristian saya merasa runsing dan rendah hati.
Dalam hati saya akui, betapa jelas konsep ketuhanan dalam Islam, iaitu Allah Yang Maha Esa. Sangat jelas bahwa Tuhan itu sebenarnya memang Esa dan Maha Besar. Timbullah keraguan dalam hatiku tentang konsep ketuhanan Kristian yang sangat membingungkan. Terkadang penganut Kristian harus meyakini Yesus Kristus sebagai tuhan. Namun dalam Injil, Yesus sendiri menyangkal kalau dirinya adalah Tuhan. Dengan terang-terangan dia menyuruh kita untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Satu (Yesaya 17: 3). Makin lama keraguan saya terhadap ajaran Kristian tak dapat dielakkan lagi. Bagi saya konsep Triniti dalam Kristen sangat kacau.
........
Baca selengkapnya? download disini atau klik dibawah
Saya bernama Hermanus Paulus Poli. Sebelum memeluk Islam, dulu saya bersama keluarga pernah menganut Kristian Protestan. Boleh dikira, kami sebagai penganut Kristiann yang taat saat itu. Saya bersaudara empat orang. Ayah saya seorang pencen sebuah BUMN yang bergerak di bidang perbankan. Ibu saya seorang arkeologi.
Setelah menyelesaikan S1 di Fakulti Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), jurusan ilmu politik di salah satu universiti negeri di Indonesia, saya berangkat ke Gold Coast University, Australia untuk menyelesaikan S2. Namun baru saja duduk di semester tiga di tahun pertama, kuliah saya
terganggu karena tabiat saya sendiri. Terus terang, sejak kuliah saya sudah menghisap dadah. Saya tinggal bersama tiga orang kawan di apartmen saya. Semuanya penagih dadah. Di kampus, teman-teman saya ada juga yang beragama Islam. Dalam pergaulan, saya tidak pilih-pilih. Kepada siapa pun saya bergaul, termasuk rakan-rakan Muslim. Kepada para sahabat saya yang beragama Islam saya kerap kali terlibat dalam diskusi seputar persoalan agama. Kami selalu
membicarakan tentang konsep ketuhanan agama kami masing-masing. Terus terang saja, semula saya tidak menyukai topik diskusi ini. Sebagai seorang Kristian saya merasa runsing dan rendah hati.
Dalam hati saya akui, betapa jelas konsep ketuhanan dalam Islam, iaitu Allah Yang Maha Esa. Sangat jelas bahwa Tuhan itu sebenarnya memang Esa dan Maha Besar. Timbullah keraguan dalam hatiku tentang konsep ketuhanan Kristian yang sangat membingungkan. Terkadang penganut Kristian harus meyakini Yesus Kristus sebagai tuhan. Namun dalam Injil, Yesus sendiri menyangkal kalau dirinya adalah Tuhan. Dengan terang-terangan dia menyuruh kita untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Satu (Yesaya 17: 3). Makin lama keraguan saya terhadap ajaran Kristian tak dapat dielakkan lagi. Bagi saya konsep Triniti dalam Kristen sangat kacau.
........
Baca selengkapnya? download disini atau klik dibawah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar